Belajar Bahasa Inggris Kok Dibilang Keminggris

Harish Ishlah

Mahasiswa Ilmu Pemerintahan UB


PUCUKMERA.IDDi negara-negara Asia lain, menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi hybrid yang biasa disisipkan ke dalam bahasa lokal, merupakan hal yang wajar dan normal. Namun berbeda dengan di Indonesia, berinteraksi menggunakan bahasa Inggris di luar pembelajaran di ruang kelas kerap dianggap sebagai hal yang tabu serta bentuk kesombongan penggunanya. Bahkan, bercakap-cakap menggunakan bahasa Inggris sehari-hari saja seringkali dicap sebagai orang yang tidak mencintai budaya lokal.

Perkara semacam ini justru dapat menghambat perkembangan penguasaan bahasa Inggris pada masyarakat Indonesia. Karena perkara tersebut pula tidak banyak masyarakat Indonesia yang menguasai bahasa inggris sebaik negara-negara Asia lain seperti China, India, dan Thailand. Padahal bahasa Inggris sendiri merupakan bahasa yang keberadaannya penting, karena hampir semua negara di dunia menggunakannya untuk keperluan komunikasi internasional. Jika terus dijumpai hal seperti ini, maka Indonesia bisa saja menghadapi kondisi culture lag atau ketertinggalan budaya dari negara-negara lain.

Saya jadi membayangkan betapa sulitnya para tokoh pejuang Indonesia terdahulu ketika belajar berbahasa Belanda. Keadaan Indonesia yang sedang dijajah oleh Belanda bisa menimbulkan berbagai asumsi negatif seperti dianggap tidak nasionalis lagi atau bahkan dicap sebagai kacung Belanda. Belum lagi Indonesia pada zaman itu memiliki bahasa ibu yang masih sangat kental. Mereka harus menguasai bahasa daerah masing-masing terlebih dahulu yang kemudian disusul bahasa Indonesia, sebelum akhirnya belajar bahasa asing seperti bahasa Belanda.

Saat ini, bahasa Inggris sangat sering digunakan di hampir semua disiplin ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi. Kita akan sangat sukar dalam belajar dan mengikuti laju zaman ketika kita tidak menguasai bahasa Inggris terlebih dahulu. Contohnya, kebanyakan perangkat elektronik, gawai, bahkan aplikasi atau game yang kita gunakan saat ini menggunakan panduan berbahasa inggris, karena mereka tidak ada yang diproduksi oleh lokal melainkan barang impor atau aplikasi buatan dari luar negeri.

Maka sikap mengesampingkan penguasaan terhadap bahasa Inggris tidak boleh dianggap remeh, karena berakibat cukup signifikan terhadap hampir segala aspek dari sebuah negara dan masyarakatnya. Bahasa Inggris sudah terlanjur menjadi arus deras dalam ombak kemajuan peradaban, maka dari itu menghindarinya hanya akan berakibat pada tersingkirnya kita dari ombak besar dan berakhir pada bibir pantai tanpa pertolongan siapapun.

Namun, mencoba memaksakan menggabungkan bahasa inggris dengan bahasa tongkrongan sehari-hari –semacam yang kita kenal dengan bahasa anak jakarta selatan yang suka menyisipkan kata literally, wich is, dll, bagi saya menjadi satu hal yang mengganggu. Cara berinteraksi seperti itu justru bisa membuat orang awam kesulitan untuk memahami suatu pembicaraan. Mungkin kita memerlukan sebuah wadah seperti forum belajar atau lingkar pertemanan khusus untuk mengasah kemampuan kita dalam berbahasa inggris yang bersifat non-formal sehingga lebih mudah untuk menguasainya diluar bangku sekolah. Karena belajar berbahasa inggris di bangku sekolah cenderung tidak aplikatif dan sulit untuk diterapkan karena minimnya praktik.

Selanjutnya harus kita pahami bahwa walaupun dunia internasional lebih banyak menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa penghubung, namun bukan berarti bahasa inggris dianggap sebagai monolingual. Banyak bahasa-bahasa lokal negara di dunia yang diadaptasi ke bahasa inggris karena tidak ditemukan padanan bahasa inggris yang tepat untuk mengartikan kata tersebut. Dunia masih dan harus menggunakan konsep multilingual sehingga tidak menimbulkan superioritas negara-negara yang menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa resmi. Seperti, Amerika Serikat atau Britania Raya yang cenderung menganggap remeh bahasa selain bahasa inggris dan enggan untuk mempelajari bahasa negara lain.

Bahasa Inggris memang penting untuk dikuasai, namun kita tidak boleh melupakan jati diri dari bahasa ibu yaitu bahasa daerah. Ada prediksi bahwa bahasa ibu atau bahasa lokal akan punah setiap tahunnya jika tidak dilestarikan. Maka kita sebagai bangsa Indonesia memiliki tugas yang lebih berat dibandingkan bangsa lain untuk menjaga ratusan bahasa lokal, sekaligus menguasai bahasa inggris sebagai bahasa internasional.


Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.

What's your reaction?
2Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment