Ayo Bangkit Lombok!!

PUCUKMERA – Masih ingatkah kalian dengan gempa yang terjadi di Lombok beberapa pekan lalu? Gempa yang sempat datang berkali-kali bahkan hingga saat ini. Gempa yang meluluh lantakkan rumah, masjid, dan juga sekolah. Gempa yang membuat banyak orang di seluruh penjuru negeri berlomba-lomba untuk mengulurkan tangannya hanya untuk membuat saudara-saudaranya di sana dapat tertidur lelap dan makan dengan lahap walaupun rumah mereka telah rata dengan tanah. Namun, walau telah diguncang dengan hebatnya, Lombok tetap Lombok, tempat penuh potensi dengan segala hal positif lainnya.

Setelah 5 hari berlalu, beberapa pengalaman yang manis kami dapatkan sewaktu berada di Lombok.

Semangatnya. Ya! Semangat warga Lombok itu cukup tinggi walau sempat terjadi gempa beberapa kali. Pada hari pertama kami sampai di daerah tersebut, kami menemukan segerombolan anak-anak. Satu hal yang aku suka dari anak-anak, mereka masih bisa tertawa walau dengan keadaan yang seperti itu adanya. Meski rumah, masjid, sekolah dan bangunan lainnya runtuh, bukan berarti semangat mereka harus runtuh pula. Oleh sebab itu aku dan rekan-rekan mencoba mendekati mereka, mencoba menjadi teman mereka bercerita, karena untuk sementara ini hanya itu yang bisa aku lakukan selain melakukan pemeriksaan kesehatan. Akhirnya aku mencoba fokus dengan salah satu remaja di sana, karena remaja dan anak-anak lain sudah sibuk ngobrol dengan rekan-rekan yang lainnya. Sang remaja wanita itu pun bercerita bahwa ia harus berjalan kaki selama 1 jam lamanya hanya demi sampai ke tempat ia bersekolah. Baiklah, mungkin sebagian orang menganggap itu hal biasa, tetapi menurutku berjalan kaki dengan medan yang naik turun dan kadang menikung itu merupakan sebuah perjuangan yang luar biasa. “Biasanya setelah sholat subuh saya mandi lalu berangkat sekolah kak,” ujarnya. Waw.. Terbesit dalam pikiran, bagaimana teman-teman yang dengan begitu mudahnya mendapatkan fasilitas untuk bersekolah, masihkah ingin bermalas-malasan? Mau kalah sama adik ini?

Sudah dapat dipastikan, dengan guncangan gempa yang terjadi beberapa kali, dapat dibayangkan bagaimana hancurnya bangunan-bangunan di daerah ini. Tetapi ada satu hal yang menarik perhatianku di sini. Hampir semua rumah adat Sasak di sini masih berdiri dengan kokoh. Akan tetapi trauma gempa yang masih dirasakan warga, menjadi alasan mereka untuk tidak menetap di rumah adat tersebut dan tetap memilih untuk tinggal di tenda. Ada hal lain lagi yang menarik perhatianku, Gumantar dan Kayangan merupakan daerah yang tinggi di Lombok Utara. Daerah ini memiliki potensi untuk menjadi jalan alternatif menuju gunung Rinjani. Maka dari itu tim relawan, KKN PB UGM (KKN Peduli Bencana) bersama dengan Kagama (Keluarga Alumni Gadjah Mada) berinisiatif dan berusaha untuk membuka jalan alternatif tersebut. Selain itu banyaknya rumah adat, jambu mete, dan pohon cokelat di daerah ini bisa juga menjadi potensi pendukung dari potensi daerah yang telah diutarakan sebelumnya.

Karena kemampuan kami di bidang kesehatan ibu dan anak, maka pelayanan yang kami berikan disini tidak jauh dari kedua obyek tersebut. Salah satunya Homecare, merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan dengan melakukan kunjungan kerumah ibu hamil, nifas dan ibu yang memiliki bayi. Homecare di daerah ini kami fokuskan pada ibu-ibu hamil, khususnya yang telah memasuki trimester ketiga. Karena dalam fase ini  banyak hal yang perlu dipersiapkan ibu dan keluarga untuk menghadapi proses persalinan, terlebih lagi dengan kondisi seperti ini, hal ini menjadi sangat penting menurut kami. Jarak rumah ibu hamil satu ke rumah ibu hamil yang lain cukup jauh dan kami tempuh dengan berjalan kaki, jalanan yang naik turun yang belum beraspal dan banyak debu, menjadi tantangan tersendiri bagi kami. Belum lagi ketika kami menemui anjing-anjing yang berkeliaran di jalanan turut menjadi penyedap kisah perjalanan kami.

Bahasa untuk berkomunikasi menjadi kendala lain bagi kami. Kami yang belum menguasai bahasa Sasak, menjadi kendala dalam memberikan pelayanan kesehatan, tak jarang para ibu masih bingung dengan penjelasan kami apabila kami memakai bahasa Indonesia. Sehingga kami meminta tolong warga yang mampu berbahasa Indonesia untuk menerjemahkannya. Hal ini membuatku berinisiatif untuk mencatat semua kosa kata yang pernah aku jumpai, sesekali aku  menerapkannya ketika berpapasan dengan warga lokal sana. Ya walaupun hanya menyapa “ijah kembe ina” (mau kemana ibu?) “Saiaran epe ama?” (siapa namanya pak?) Mendengar jawaban dan senyuman mereka, aku bahagia rasanya. Walaupun kadang masih bingung dan tidak mengerti apa yang mereka ucapkan selanjutnya. Aku dan teman-teman hanya menjawab iya iya saja dan tertawa gembira karena merasa bisa bicara dengan bahasa Sasak. Hahaha.

Keramahan warga Lombok memang tidak diragukan lagi. Mereka sangat ramah, dan sangat terbuka apabila kalian, para pendatang maupun relawan  berinisiatif menyapa mereka dan mendekatinya. Walaupun hanya basa-basi belaka, mampir sebentar mendengarkan kisah mereka, mereka sangat menghargainya. Mereka sangat berterima kasih dan merasa terbantu dengan kedatangan para relawan. “semoga kebaikan kalian semua dibalas olehNya” kata salah satu bapak di dusun Beleq dengan campuran bahasa Sasak yang sulit kumengerti dalam kalimatnya. Tak bisa dilukiskan bagaimana rasanya ketika aku mendengarnya. Ya pak, semoga kalian tetap diberikan kekuatan dan juga semangat untuk menghadapi keadaan oleh-Nya.

Begitulah sedikit pengalaman yang kudapatkan bersama teman-teman selama 5 hari di tanah ini. Semoga masih banyak hikmah berharga lainnya yang dapat kami temui hingga kami pulang nanti. Di balik semua yang terjadi, aku yakin ada hikmah yang tersembunyi. Sudah seharusnya kita sebagai manusia merefleksikan diri, apakah semua ini terjadi begitu saja? Tidak. Seperti lagu Ebiet G Ade yang liriknya “Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa atau alam mulai enggan bersahat dengan kita. Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang,” Cobalah bertanya. Tanyakan pada dirimu sendiri terlebih dahulu.

Lombok Utara
Sabtu, 1 September 2018
23.55 WITA

Oleh : Arina Nursafrina Rahmatina
Editor : Novania Wulandari
Illustrator : Mufardisah

What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment