Aksi Massa yang Biasa Saja untuk Pemerintah Keras Kepala

Didin Mujahidin


Saya sudah capek dan bosan mendengar ajakan aksi massa yang begitu saja. Seolah seremonial belaka.

Bukannya saya putus asa dengan cita-cita dari tiap aksi massa yang digelar. Selama ini aksi massa hanya berjalan begitu saja, bahkan banyak yang tiada hasilnya. Dari puluhan bahkan ratusan aksi massa di berbagai daerah, hanya sebagian kecil saja yang didengar dan tuntutan benar terwujud. Selebihnya hanya mendapat tanggapan, tuntutan diterima, hingga lobi belaka.

Massa aksi hanya puas sampai di situ, yang belum tentu setelah tuntutan diterima akan dijalankan sepenuhnya. Bahkan di kota-kota besar yang banyak hidup mahasiswa, aksi massa seolah menjadi seremonial belaka. Dari berbagai gerakan ekstra maupun intra kampus akan malu dan gengsi jika tak sekalipun turun aksi.

Mereka yang mengikuti aksi massa beranggapan menjadi Soe Hok Gie di masanya. Jalannya petentang-petenteng, omongannya penuh dalil gerakan dan akademis yang ndakik. Saya belum yakin, semua aktivis mahasiswa mengetahui peran dan keperluan dilakukannya sebuah aksi massa. Sebagian mereka hanya dipenuhi amarah dengan berbagai informasi yang meresahkan tanpa memperdalam isinya.

Pelajaran berharga dapat dipetik dari aksi #reformasidikorupsi. Pasca aksi massa digelar, aktivis dari beberapa kampus justru memanfaatkan ketenarannya untuk kepentingan pribadi. Memang tidak salah, momen yang tak akan datang dua kali pasti diambil olehnya.

Sebagian besar massa aksi yang telah berjuang di garda depan hingga badannya remuk pasti sudah kecewa. Semua ini terjadi akibat tidak adanya keterbukaan informasi dan tujuan yang jelas dari massa aksi. Mereka semua punya kepentingan pribadi di balik dalil memperjuangkan hak rakyat.

Belum lagi adanya fenomena penjinakan massa aksi melalui jalur atas. Tiap gerakan yang selama ini sering melakukan aksi di berbagai daerah mempunyai hierarki kepemimpinan. Struktur yang ada di puncak mempunyai wewenang untuk menjinakkan pion di garis bawah. Massa aksi berjibaku di jalanan, pimpinan mereka sedang berkomunikasi melalui pesan untuk bernegosiasi berapa harga penjinakan massa aksi.

Perundingan akan dilakukan jika jendral lapangan massa aksi sudah mendapat instruksi dari pimpinan atas. Pihak pemerintah akan membuka lobi dengan massa aksi, jelas isi obrolannya sudah diatur beberapa waktu sebelumnya oleh pimpinan kedua belah pihak. Saat momen ini diraih, massa aksi yang masih berdiri di jalanan merasa puas karena mereka merasa didengar dan dipersilahkan menyampaikan tuntutan pada pimpinan pemerintahan.

Dalam realitanya yang paling puas adalah pimpinan gerakan, jumlah uang yang cukup besar berhasil dikantonginya. Jendral lapangan hanya mendapat secuil saja, bahkan ia tak menyadari berapa uang yang didapat pimpinan. Apalagi massa aksi yang masih berserakan di jalanan, mereka hanya bisa menggigit jari dari rasa kesal dan lapar yang tak menghasilkan apapun kecuali kepuasan hati yang semu.

Entah sejak kapan aksi massa dengan pola seperti ini terus terjadi. Jika merujuk sejarah, dari tiap aksi massa sejak melawan penjajahan Belanda, dapat dipastikan selalu ada penumpang gelap dalam tiap aksi. Reformasi yang selama ini dibanggakan sebagai prestasi aksi massa terbaik, pada kenyataanya juga banyak penumpang gelap yang baru-baru ini dapat dilihat.

Pasca reformasi menjadi masa yang paling sulit dari Gerakan aksi massa. Jika dulu lawan atau penindas sudah tampak dengan jelas, kali ini semua itu semu. Mungkin saja aksi massa dapat terjadi karena ada musuh bersama yang telah dibentuk. Ada yang ditumbalkan untuk menutupi keburukan dan mengaburkan sumber permasalahan yang sebenarnya.

Dari sudut pemimpin pemerintahan, aksi massa bukan lagi momok yang besar. Rakyat tak lagi melawan, hanya gerakan-gerakan kecil dan tercecer saja yang coba melawan. Fenomena ini tergambarkan dari kepedulian yang sangat kecil dari masyarakat akan sistem pemerintahan. Mereka terlanjur kecewa besar dengan berbagai hasutan dan terlalu sering dimanfaatkan. Saat ini masyarakat mengejar kepastian, bagaimana bisa makan hari ini dan esok. Pemerintahan itu apa, kecuali mereka memberi bantuan.

Gerakan-gerakan kecil yang tersisa tak memiliki kekuatan yang besar untuk menerobos barisan keamanan negara yang bersenjata lengkap. Dari sisi jumlah saja jelas tertinggal jauh, ada berapa ratus ribu penerimaan kepolisian negara tiap tahunnya. Coba bandingkan dengan jumlah mahasiswa yang mau masuk dalam pergerakan dan sadar akan fungsinya. Semboyan pena lebih tajam dari peluru memang benar, yang patut dipikirkan bersama ialah bagaimana cara pena mengancam atau menikam lebih cepat dari peluru.

Peluang kesuksesan aksi massa dan kehancuran massal pada masa aksi sangat tipis. Kesuksesan aksi massa seolah mustahil tanpa melibatkan keributan. Karena pemerintah yang keras kepala tak akan kunjung iba tanpa kemunculan pertumpahan darah. Jika darah-darah sudah mengalir dan korban mulai berjatuhan, pemerintah baru mengambil sikap seolah pahlawan. Itupun tidak akan terjadi jika aksi massa berjumlah kecil dan tidak terekspos oleh media, rakyat tetap akan ditindas.

Sistem pemerintahan Indonesia memang keras kepala, alih-alih akan mensejahterakan rakyatnya. Justru yang terjadi hanya mensejahterakan Lembaga negara, sebagian besar hasilnya untuk pemerintah dan sebagian kecil untuk rakyatnya. Penggusuran, perampasan tanah, penghilangan aktivis, dan hukuman yang timpang adalah bukti bahwa pemerintahan tidak mencintai rakyatnya. Kepentingan negara sebagai Lembaga lebih diutamakan demi mengamakan posisi dan lingkup sekitarnya.

Dari semalam hingga pagi hari, banyak ajakan di sosial media untuk turun aksi di tiap titik Kota. Ada pula ajakan aksi yang cukup ringan, dengan membuat viral gagasan penolakan Omnibus. Berbagai Gerakan dan aliansi mengeluarkan poster-poster yang berisi ajakan turun aksi dan simbol organisasi.

Kemarin saya memutuskan untuk tidak turun aksi. Renungan tentang kedua pihak yang berseberangan terus menyelimuti kepala. Semua penuh dengan kepentingan, aktivis media ingin viral, gerakan ingin diakui kekuatannya untuk ditukar dengan kursi kekuasaan hingga bertukar uang.

Tak dapat diprediksi, sampai kapan pola aksi massa dan sistem pemerintahan seperti ini terus terjadi. Entah sampai kapan massa aksi dan masyarakat sadar jika selama ini sering dibodohi. Semoga saja hal baik terus menyertai kita semua. Hal yang perlu diingat, setiap keburukan akan tampak pada suatu masa dan menerima balasan. Tuhan bersama rakyat dan Omnibus tidak berpihak pada rakyat.


Pucukmera.ID – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id


What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

2 Comments

  • binance bonus za prijavo
    Posted July 21, 2024 at 9:18 pm 0Likes

    I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article.

  • binance алдым-ау бонусы
    Posted September 28, 2024 at 10:05 am 0Likes

    I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article.

Leave a comment