Didin Mujahidin

Redaktur Pucukmera.id

PUCUKMERA.ID —Tidak ada perubahan sosial yang berlangsung secara otomatis. Perlawanan dan keberpihakan pada kelas tertindas harus ditegakkan.

13 Bom di Jakarta menyuguhkan sepenggal kisah dengan latar belakang permasalahan perekonomian dan ketidakadilan. Film ini juga diadopsi dari beberapa kisah atau kasus nyata yang pernah terjadi di Indonesia. Permasalahan yang tidak segera diselesaikan akan menjadi bom waktu yang dapat meledak kapan saja. 13 Bom di Jakarta adalah kalkulasi dari berbagai permasalahan dan ketidakadilan yang tidak terselesaikan.

13 Bom di Jakarta sebagai film aksi thriller spionase cenderung bombastis. Film ini menghabiskan biaya termahal dan terbesar di sepanjang sejarah film Indonesia. Penggunaan ledakan bom asli, senjata api asli dan peluru hampa membuat film ini terasa sangat nyata.

Meledaknya mobil baja pembawa uang tunai adalah permulaan teror yang melanda Ibu Kota Jakarta. Aksi tersebut bukan sebuah pencurian, melainkan simbol perlawanan yang sedang dimunculkan oleh kelompok tertentu. Setelah mobil baja tersebut berhasil dilumpuhkan, uang yang berada di dalamnya dibiarkan begitu saja agar diambil masyarakat yang berada di sekitarnya.

Arok dalang dari aksi tersebut melanjutkan terornya dengan mengancam akan meledakkan 13 bom setiap delapan jam. Ada imbalan 100 bitcoin yang harus diberikan jika Badan Kontra Terorisme Indonesia (ICTA) tidak ingin bom tersebut diledakkan. Kisah ini dikembangkan dari kasus 2015 tentang teror bom di Tangerang yang juga meminta tebusan 100 bitcoin pada pihak Mall Alam Sutera.

Alih-alih menangkap dalang teror tersebut, pihak ICTA yang dipimpin oleh Jendral Damaskus justru menangkap dua anak muda pemilik perusahaan uang digital Indodax. Masalah justru semakin rumit ketika ICTA memberikan 100 bitcoin pada pelaku teror dan ICTA mulai diguncang dengan isu kepercayaan antar anggota.

Seringkali kita memahami bahwa teror yang sering terjadi berkaitan dengan perampokan uang atau kekayaan, namun sebuah teror selalu memiliki motif yang lebih kuat dari itu. Memberangus sistem yang selalu menguntungkan penguasa, membuat yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin adalah motif perlawanan Arok dan kelompoknya.

Arok dan kelompoknya ialah sekumpulan orang yang memiliki kesamaan latar belakang. Arok pemimpin teror tinggal seorang diri setelah keluarganya terjerat kasus penipuan asuransi dan istrinya bunuh diri. Begitu juga dengan Waluyo ahli IT dari kelompok tersebut yang keluarganya juga habis akibat kasus penipuan asuransi. Anggota lain merupakan kelompok yang termarginalkan dan dimiskinkan oleh sistem.

Ada harapan baru yang ingin diwujudkan dari kelompok tersebut, kesetaraan ekonomi dan penghapusan sistem keuangan konvensional. Perlawanan-perlawanan yang muncul dari kelompok tersebut sangat kental gaya kelompok kiri yang selalu membawa nilai kesetaraan dan keadilan untuk semua golongan.

Namun, nilai tersebut terciderai setelah ada beberapa perubahan rencana pengeboman yang mengakibatkan jatuhnya korban masyarakat sipil. Akibatnya, timbul konflik di dalam kelompok teror dan peledakkan bom hanya berdasar pada luapan emosi pemimpin. Pihak ICTA yang terpecah mulai menemui titik terang dengan bantuan dua anak muda pemilik perusahaan uang digital.

Sayangnya, seperti kisah dan angan-angan kelompok kiri, rencana untuk meluncurkan harapan baru terkait kesetaraan ekonomi yang dilangsungkan oleh Arok dan kelompoknya berhasil digagalkan.

Dari film ini, kita diajak melihat lebih jauh dampak dari konflik kepentingan dan sistem yang selalu menguntungkan penguasa. Selama ini, kita hampir selalu melihat ketidakseriusan negara dalam menangani kasus-kasus penipuan asuransi, korupsi pejabat, dan hukum yang selalu tumpul ke atas.

Banyak pihak yang menjadi korban dari setiap kasus asuransi, perbankan, dan masalah keuangan yang ada. Namun, perlindungan korban memang sangat minim dan proses penggantian rugi yang berbelit dan jauh dari nilai kerugian.

Film ini juga memberikan realitas bahwa dendam hanya berakhir semakin buruk jika mencoba melawan berdasarkan amarah. Perubahan sistem tidak dapat berlangsung hanya dengan aksi teror semata, perlu perjuangan panjang dan terorganisir untuk mewujudkannya. Aksi teror hanya menghasilkan nyawa masyarakat sipil yang tidak bersalah melayang begitu saja. Bantuk kejahatan apapun tidak akan bisa memberi dampak baik untuk penyelesaian suatu permasalahan.

Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.