Ekonomi Berkarakter

Azhar Syahida
Penulis Lepas


Apa kebijakan ekonomi yang paling tepat untuk Indonesia?

Pertanyaan itu datang dari Bang Ical, guru kami menulis dan berdiskusi. Pertanyaan sederhana tapi rumit dijawab.

Kendati begitu saya coba menguraikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Tentu jawaban yang akan saya uraikan ini terbentur oleh pengetahuan dan pengalaman saya yang baru menempuh jenjang S1. Sudah barang tentu jawaban atas pertanyaan itu akan lain jika dijelaskan atau disampaikan oleh mereka yang sudah menempuh S2, S3, atau bahkan bergelar profesor.

Bagaimana kebijakan (makro) ekonomi yang tepat untuk Indonesia?

Jawaban sederhana saya ini: kebijakan makro ekonomi yang tepat adalah kebijakan yang berpulang pada karakteristik masyarakat Indonesia; terutama karakter kebudayaan dan ruang sosiologisnya.

Satu hal yang patut kita fikirkan, bahwa masyarakat kita ternyata suka sekali dengan sesuatu yang bernuansa harmonis. Itulah mengapa dalam konstruksi ketenagakerjaan di desa dan di banyak kota besar di persada negeri ini, kita jumpai simpul-simpul orang bekerja dalam ruang yang harmonis. Misalnya, di pasar tradisional, yang di dalamnya tersebar bejibun profesi: pedagang kecil, pedagang besar, tukang parkir, tukang angkut sayur, sopir, dan penjaga keamanan. Semuanya bekerja dengan mandiri, merdeka, dan riang gembira.

Di pedesaan, kita juga akan menemukan sumber mata pencaharian lain, sesuai dengan tipologi geografisnya, seperti petani, nelayan, dan peternak. Di dalam area masing-masing pun terdapat lebih dari satu profesi: pedagang pupuk, pedagang alat tani, pedagang benih, penggarap ladang, pemanen, tukang angkut ikan, penjaga koperasi, pemilik kapal, dan seterusnya.

Jumlah pekerja dari beragam profesi itu mendominasi ketenagakerjaan kita. Per Februari 2020, jumlah orang yang bekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mencapai 38 juta jiwa, atau 29 persen dari total tenaga kerja Indonesia.

Dengan melihat tipe-tipe pekerjaan masyarakat kita yang seperti itu, membuka mata fikiran kita bahwa karakteristik investasi Indonesia tidaklah berkarakter investasi besar, melainkan berjenis investasi kecil-menengah yang banyak melibatkan masyarakat lokal.

Tipe investasi yang cocok adalah tipe investasi kecil dan menengah, yang memang menjadikan tetangga, saudara, dan teman-teman kita pelaku utama, bukan sekadar pembantu semata.

Lantas, bagaimana jika pemerintah berkehendak mendatangkan investasi dengan klaim menciptakan banyak lapangan kerja? Tentu kita patut dan boleh bertanya, jenis investasi seperti apa yang hendak didatangkan itu? Apakah jenis investasi yang menyerap banyak tenaga kerja tapi dengan konsekuensi menjadikan masyarakat Indonesia buruh pabrik? Menggusur lahan pertanian dan ekosistem alam, yang artinya menutup profesi lain, yang ironisnya itu adalah karakter sejati ekonomi Indonesia. 

Di lain sisi, struktur ekonomi kita 60 persen adalah usaha mikro kecil dan menengah. Lalu, mengapa kita ngotot sekali mendatangkan investasi yang tidak memihak 60 persen perekonomian kita sendiri? Pertanyaan ini saya kira sangat mendasar, sangat penting, dan sangat mendesak untuk dijawab.

Saya tidak mau menyebut situasi belakangan ini adalah kongkalikong. Namun, akal sehat memiliki kesimpulannya sendiri.

Pada titik ini, kita perlu hati-hati untuk menjawab pertanyaan tentang apa kebijakan ekonomi yang tepat. Kita perlu mendiagnosa dengan saksama, teliti, dan dengan rasa kejujuran yang membumbung tinggi tentang ekonomi kita. Sebab, jika keliru, ini menyangkut keselamatan 267 juta masyarakat Indonesia.

Jika saya boleh mengusulkan, kita perlu menengok pada apa yang saya sebut sebagai ekonomi berkarakter; yakni, bagaimana kebijakan ekonomi yang disesuaikan dengan karakter kebudayaan kita, karakter sosiologis kita.

Dahulu sekali pada 1930’an, J.H. Boeke, seorang ekonom fenomenal asal Leiden University, pernah menyebut adanya ‘dualitas’ ekonomi di Indonesia (ketika itu Boeke masih menggunakan istilah Hindia Belanda). Dualitas ekonomi yang dimaksud Boeke adalah perbedaan kuat antara ekonomi Belanda yang kapitalis, yang profit-oriented, dan berskala besar dengan ekonomi pribumi yang pra-kapitalis, subsisten, dan berskala kecil-menengah. Dalam bahasa yang lebih ringkas, Boeke ingin menyampaikan bahwa sebetulnya, teori ekonomi yang dikembangkan oleh ekonom barat dan kini diajarkan di kelas-kelas ekonomi di kampus-kampus itu, sangat tidak relevan diterapkan di Indonesia oleh sebab secara karakteristik sangat berlainan.

Demikian juga apa yang disampaikan oleh Prof. Mubyarto, ekonom idealis asal UGM itu. Apa yang ada di barat positif (ada bukti secara empiris), di Indonesia bisa jadi hanya normatif belaka, sehingga penerapan terori-teori ekonomi barat membutuhkan penyesuaian dan penyisiran, mana yang layak diterapkan. Artinya, tidak serta merta diadopsi apa adanya.

Karena itu, kita juga patut menyadari bahwa secara konsep, pemikiran, dan teori, ekonomi itu terikat pada aspek-aspek kelokalan suatu wilayah—saya kira ini juga berlaku pada keilmuan lain. Belum tentu pilihan kebijakan ekonomi yang di Belanda mujarab, di Indonesia akan mujarab. Belum tentu apa yang di Amerika ces pleng, di Indonesia ces pleng juga. Sekali lagi hal ini oleh sebab faktor sosial, politik, dan budaya yang berbeda.

Karenanya, tentu ini pekerjaan berat untuk menjawab bagaimana kebijakan ekonomi yang tepat itu? Namun demikian, sebagai penekanan dari hasil diagnosa awal saya, ketepatan kebijakan ekonomi itu agaknya tercermin dari karakter Indonesia yang harmonis, religius, dan kolektif. 


Pucukmera.ID – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.

What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment