Pucukmera dan Segala Baik Buruknya



Azhar Syahida
Penulis Lepas


Ini penting sekali: 15 Juni 2020 nanti Pucukmera akan merayakan ulang tahun yang ke-2.

Aneh sebenarnya, saya sendiri tidak tahu kalau ulang tahun Pucukmera tepat di medio Juni itu. Didin, teman saya yang bos Pucukmera itu, tak pernah memberi tahu. Juga, saya tak pernah mengonfirmasi.

Saya hanya tahu Pucukmera dibentuk oleh teman-teman dari Universitas Negeri Malang (UM). Itu saja. Lebihnya tidak tahu. Saya hanya menerima tawaran Didin sewaktu dia mengajak saya bergabung dengan tim Pucukmera, akhir 2018.

Pada usia yang sebentar lagi menginjak tahun kedua ini, tentu ada banyak hal yang telah dilewati Pucukmera. Pun juga yang saya temui selama bergabung dengan tim Pucukmera.

Semua hal itu, saya rangkum dalam catatan pendek ini, untuk kenang-kenangan saja. Sebagai desclaimer: karena sifat ke-saya-annya tinggi, sepenuhnya tulisan ini subjektif. Walau saya berusaha seobjektif mungkin.

***

Pucukmera itu unik sekali.

Pada awal berdiri, saya sebetulnya mengernyitkan dahi. Sebab di luar dugaan saya, dan barangkali di luar dugaan banyak orang di lingkungan kami diskusi tempo itu, kami tak mengira teman-teman UM akan nekat mendirikan media online; sebuah media yang memberi banyak informasi ke khalayak ramai.

Kenekatan itu, yang saya tahu di-bosi oleh Didin Mujahidin—mohon jika saya salah bisa dikoreksi, menyadarkan saya tentang satu hal: bahwa segala sesuatu menjadi mungkin jika ditekadkan dan dikerjakan. Tidak menunggu A dan tidak menunggu B. Nekat saja.

Saya kira itu keunikan dan tentu sebuah kebaikan yang saya ketahui ada di Pucukmera.

Mengapa suatu ‘kenekatan’ itu saya sebut sebagai kebaikan?

Begini. Kenekatan itu tak jarang lahir dari keberanian. Dan keberanian tak banyak dimiliki orang. Dan sesuatu yang tak banyak dimiliki orang, saya kira adalah kebaikan. Tentu yang saya maksud keberanian itu adalah, keberanian dalam konteks berlomba dalam kebaikan. Bukan dalam konteks kriminal dan aksi brutal yang bikin heboh.

Di tengah kenekatan itu, saya merasa Pucukmera lahir dari semangat seorang pembelajar. Ini saya kira nilai yang mahal. Sudah tahu nekat dan kekeh, punya jiwa pembelajar lagi. Di kehidupan yang serba mudah begini, ramuan jiwa yang nekat, kekeh, dan pembelajar agaknya sulit kita jumpai. Dan uniknya ini ada di dalam jiwa Pucukmera.

Meski orangnya terus hilir mudik, berganti, jiwa itu tetap bertahan, kokoh. Lagi pula, ‘pergantian’ adalah hal yang wajar bukan? Semuanya bisa terjadi—seperti pergantian pemain sepakbola semata: satu capek, diganti dengan yang lain.

Jiwa pembelajar ini saya kira hal baik kedua yang dimiliki Pucukmera.

Dengan semangat literasi yang tinggi, siapa pun yang bergabung dengan tim Pucukmera, saya pikir akan merasakan kedua hal itu. Meski naik turun, semangat itu pasti ada.

Namun sebagai bahan evaluasi menjelang tahun kedua ini, saya kira tidak objektif apabila saya tidak menyebutkan kekurangan Pucukmera.

Sepanjang saya bergabung dengan Pucukmera, yang orangnya bisa dihitung dengan jari itu. Yang sukanya cengangas-cengenges itu. Ada dua hal penting yang kiranya menjadi kelemahan mendasar Pucukmera:

Pertama, Pucukmera belum memiliki penulis handal.

Kedua, Pucukmera belum secara terstruktur bisa menyampaikan ide yang runtut.

Dua hal yang saya pikirkan itu jelas menjadi kelemahan mendasar Pucukmera; tidak bisa dipungkiri.

Tim Pucukmera, bahkan, tidak satu pun yang pernah ikut kegiatan pers kampus, atau punya pengalaman dalam bidang jurnalistik—termasuk saya, tentunya.

Dalam penggambaran pengalamanan yang betul-betul kosong melompong seperti itu, Pucukmera menempati titik terlemah dari sebuah alasan media itu didirikan.

Itu sebabnya, redaksi Pucukmera tidak pernah benar-benar memiliki tulisan yang amat bagus. Apabila Anda amati, acap kacau. Jika ada yang bagus, penulis yang mengirimkan naskah itulah yang memang bagus jahitan kata-katanya.

Termasuk, Pucukmera belum pernah memiliki ide yang runtut. Dalam satu minggu, belum ada editorial yang bisa diterbitkan secara rutin. Belum ada isu yang hendak digiring ke pembaca setia Pucukmera. Kelemahan paling fatal selama saya bergabung dengan Pucukmera.

Tapi begitu, bagi saya—meski ini sifatnya sentimentil, saya tak bisa memungkiri bahwa Pucukmera lebih dari sekadar tentang hal baik dan buruk bersemayam.

Pucukmera adalah rumah belajar bagi siapa saja yang berkenan dan rela menempuh jalan berbagi tanpa suka menggurui.

Pucukmera adalah rumah bagi siapa saja yang mau menempatkan diri sebagai pembelajar sejati.

Itulah yang saya anggap jauh lebih penting bagi Pucukmera.

Dengan segala kekurangannya itu, Pucukmera akan berusia dua tahun. Itu artinya jika kita andaikan dengan fase kehidupan manusia, inilah masa penyapihan. Dan saya berdoa, di masa penyapihan ini agar Pucukmera lekas menjadi pusat kebaikan kecil yang “Menebar kesejukan.” Tak muluk-muluk.


Pucukmera.ID – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id

 

What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment